Sumber gambar Irina Alex dari Pixabay

Menangis merupakan hal yang lumrah ditemukan dalam kehidupan manusia. Mungkin tidak ada orang yang tidak pernah menangis dalam rentang kehidupannya. Melalui cucuran air mata manusia meluapkan rasa akibat penderitaan dan kesedihan. Sehingga ketegangan-ketegangan emosional yang sedang dialaminya dapat berkurang.

Selain air mata terkait emosi, Lea Winerman mengungkapkan di situs American Psychological Association (APA) bahwa ada dua jenis air mata lainnya yaitu basal dan refleks. Air mata basal berguna untuk tetap menjaga mata supaya tidak kering, sementara air mata refleks keluar apabila mata ditimpa debu atau terkena aroma bawang.

Penelitian van Hemert dan kolega yang berjudul Country and Crying: Prevalences and Gender Differences terhadap 7000 orang di 37 negara mengungkapkan bahwa perempuan menangis secara emosional sekitar 30 sampai 64 kali per tahun. Di lain pihak, laki – laki menangis 5 hingga 17 kali per tahun. Tampaknya, terdapat perbedaan yang mencolok menurut jenis kelamin dalam urusan tangisan.

Sekiranya ditanya tentang bila seseorang mulai menangis, barangkali jawaban semua orang sama yakni, saat pertama kali keluar dari rahim ibu. Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa seseorang mesti menangis ketika pertama kali kedunia? Bukankah dia masuk ke alam yang lebih besar daripada perut ibunya?  Jawabannya akan diusahakan oleh tulisan ini.

Pertama, mari kita berfikir dengan membandingkan cara seseorang mendapatkan makanan yang merupakan kebutuhan dasar. Di dalam perut ibu, seseorang akan memakan apa yang beliau makan, sehingga ini menjadi proses yang simultan dalam makna ketika si ibu makan maka anak juga akan langsung menikmatinya.

Ketika manusia lahir ke dunia dia telah terpisah dengan kebiasaan itu. Dia tidak lagi bisa menikmati makanan yang ibunya makan dalam waktu hampir bersamaan. Tangisan kemudian menjadi alat untuk “meminta” makanan kepada ibunya. Inipun tidak bisa berlangsung secara terus menerus atau dalam waktu yang lama, sebab ibu ternyata mempunyai kesibukan lain. Konsekuensinya, apabila lapar, seseorang mesti menangis lagi sehingga ibunya akan kembali menyusuinya.

Kedua, kita akan coba lihat dari referensi utama muslim yaitu Quran. Pada surat al A’raf ayat 172 Allah bertanya kepada manusia, bukankah Aku ini Tuhanmu? Manusia lalu menjawab: Benar! Kami bersaksi. Inilah ayat perjanjian manusia dengan Pencipta ketika ruh ditiupkan kedalam raga seseorang ketika masih dalam perut ibunya.

Sekaligus penyebab utama mengapa manusia menangis saat pertama kali menghirup udara dunia. Karena perjanjian ini bukanlah perjanjian biasa melainkan perjanjian hakiki antara manusia dengan Allah. Sebuah perjanjian yang memunculkan konsekuensi bahwa manusia harus tunduk kepada sang Penciptanya selama hidup.

Dengan kata lain, ini adalah amanah eksistensi manusia di muka bumi, karena beratnya amanah tersebut maka manusia menangis ketika dilahirkan.

Tangisan manusia ternyata berlanjut. Dengan berbagai macam alasan, waktu mencapai usia dewasapun manusia masih saja menangis. Misalnya, sakit hati, dikhianati, ditinggal pergi orang yang dicintai dan sebagainya. Manakah tangisan yang hakiki?

Terkait dengan ayat yang disampaikan di atas,Naquib Al Attas menjelaskan bahwa terminologi manusia itu dalam bahasa Arab disebut insan yang berakar dari kata nasiya. Manusia disebut insan karena setelah mereka melakukan perjanjian dengan Allah, mereka lupa. Kelupaan inilah yang membuat manusia menjadi tidak patuh kepada Allah, melakukan kezaliman dan kejahilan. Meski demikian, Allah telah menciptakan manusia dengan kemampuan untuk mengenali yang baik dan buruk, menemukan kebenaran dalam hidupnya.

Kemampuan natural yang ada pada seseorang membuatnya sadar ketika dia telah melenceng dari jalan kebenaran. Dia tahu bahwa dirinya telah berbuat banyak dosa, keluar dari aturan Allah serta melanggar perjanjiannya. Di sinilah saat-saat dimana manusia menangis lagi.

Tangisan yang muncul karena penyesalan yang amat mendalam sebab telah melanggar perjanjiannya. Dia lalu meminta ampunan kepada Allah yang Maha Pengampun. Begitulah seterusnya, manusia akan dan mestinya menangis ketika sadar ketika melanggar perintah Tuhan.

Kenyataannya tidak banyak manusia yang menangisi keadaan dirinya yang telah banyak melakukan kesalahan dan dosa. Mereka kebanyakan menangisi kehilangan. Mereka akan menangisi orang yang telah meninggalkan mereka, meratapi harta mereka yang sudah musnah. Pengkhianatan datang, kemudian mereka menangisi kekasih mereka yang pergi, menyesali keputusan di masa lalu.

Benar bahwa kesedihan akan dirasa ketika kita ditimpa musibah, mengalami ujian hidup, yang membuat derai air mata. Namun ada yang lebih penting untuk ditangisi, yaitu diri yang telah melanggar perjanjian dengan Tuhan.